Mentimun (Cucumis sativus Linn.)
Mentimum adalah salah satu jenis sayur-sayuran yang dikenal di hampir
setiap negara. Tanaman ini berasal dari Himalaya di Asia Utara. Saat ini, budidaya
mentimum sudah meluas ke seluruh dunia baik daerah tropis atau subtropis. Di
Indonesia mentimun memiliki berbagai nama daerah seperti timun (Jawa), bonteng
(Jawa Barat), temon atau antemon (Madura), ktimun atau antimun (Bali), hantimun
(Lampung) dan timon (Aceh) (Rukmana 1994).
Klasifikasi botani tanaman mentimun adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Cucurbitales
Famili : Cucurbitaceae
Genus : Cucumis
Spesies : Cucumis sativus L.
Mentimun merupakan tanaman setahun yang tumbuh menjalar, dengan sistem
perakaran dangkal. Batang tanaman mentimun memiliki panjang 1-3 m dengan sulur
yang tidak bercabang. Daun bulat segitiga, agak berbentuk jantung, lebar 7-25 cm dan
permukaan kasar karena adanya rambut-rambut di permukaan daun, panjang tangkai
daun 5-15 cm. Bunga berwarna kuning berbentuk lonceng (Rubatzky dan Yamaguchi )Budidaya Tanaman Mentimun
Mentimun dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi karena daya
adaptasi tanaman pada berbagai iklim cukup tinggi. Untuk pertumbuhan yang
optimum diperlukan iklim kering, sinar matahari yang cukup (tidak ternaungi),
dengan temperatur 21,1-26,7 °C. Mentimun lokal lebih cocok ditanam di dataran
rendah dan biasanya merupakan tanaman yang diikutkan dalam pola pergiliran
tanaman. Sebaliknya, mentimun hibrida lebih baik ditanam di dataran tinggi pada
ketinggian 1.000-1.200 meter dpl (Rukmana 1994).
Jenis mentimun komersial yang banyak dikembangkan di Indonesia ada 2
macam yaitu varietas Open Pollinated (OP) dan varietas hibrida. Pembagian
mentimun tersebut didasarkan pada cara pemuliaannya. Jenis varietas OP yaitu jenis
mentimun hasil persilangan bebas atau alami. Keuntungan dari penggunaan varietas
OP adalah dapat dibenihkan, namun memiliki kekurangan berupa pertumbuhan yang
kurang seragam dan produktifitas yang rendah. Beberapa varietas mentimun OP yang
diusahakan petani antara lain: Saturnus, Mars, Pluto, Venus dan mentimun lokal
(Sumpena 2001). 5
Varietas hibrida adalah jenis mentimun hasil persilangan dua induk atau lebih
yang mempunyai sifat-sifat unggul dan keturunannya memiliki sifat yang lebih
unggul dari induknya. Varietas hibrida kurang baik jika dibenihkan karena
menghasilkan produksi yang lebih rendah dari induknya. Namun mentimun hibrida
memiliki banyak keunggulan apabila dibandingkan dengan mentimun lokal maupun
OP, karena memiliki karakteristik khusus yang dikembangkan melalui pemuliaan
tanaman yang melibatkan keragaman genetik dan pemilihan sifat-sifat yang khas dan
unggul (Tanindo 2008).
Pertumbuhan mentimun varietas hibrida bersifat seragam, produktivitas tinggi
diatas 2 kg per tanaman dan relatif tahan terhadap infeksi patogen, terutama virus.
Varietas mentimun hibrida yang banyak di temukan di pasaran antara lain: Spring
Swallow, Pretty Swallow, dan Merry Swallow (Sumpena 2001).
Perbanyakan tanaman mentimun dilakukan dengan biji. Benih dapat ditanam
langsung di lubang tanam sebanyak 3 benih/lubang atau dengan sistem semai yang
dapat menghemat benih. Penanaman mentimun umumnya ditanam dalam bentuk
bedengan dengan lebar 120 cm, tinggi 30-40 cm dan jarak antar bedengan 30 cm,
atau guludan dengan lebar bawah 60-80 cm dan lebar atas 40-60 cm, jarak antar
guludan 30 cm (Sumpena 2001).
Teknik penanaman mentimun terdiri dari 2 cara yaitu: dengan benih dan bibit.
Penanaman dengan menggunakan benih dilakukan dengan cara membuat lubang
tanam dengan tugal dengan jarak tanam 100 cm antar barisan dan 50 dalam barisan,
selanjutnya ditanam 2-3 benih mentimun dan ditutup dengan tanah tipis. Penanaman
dengan memakai bibit dilakukan dengan menanam bibit yang berasal dari pembibitan
di polibag (Warintek 2007)
Pemupukan mentimun lokal dilakukan pada saat tanaman berumur 1 bulan
berupa 100 kg/ha urea, 200 kg/ha ZA, 100 kg/ha TSP dan 100 kg/ha KCl. Pupuk
dimasukkan ke dalam larikan atau lubang tanah di sekeliling tanaman sejauh 15 cm
dari batang. Berbeda dengan varietas lokal, mentimun hibrida sangat responsif
terhadap pemupukan. Jenis dan waktu pemupukan untuk tanaman mentimun hibrida
Jepang (kg/ha) adalah pemberian pupuk kandang sebagai pupuk dasar sebanyak 20 6
ton, kemudian pupuk kimia berupa urea, sebagai pupuk dasar sebanyak 150 kg,
susulan I sebanyak 150 kg, susulan II sebanyak 300 kg dan susulan III sebanyak 250
kg. SP-36 sebagai pupuk dasar sebanyak 150 kg, susulan I 100 kg, susulan II 250 kg.
KCl sebagi pupuk dasar 150 kg, susulan I 100 kg, susulan II sebanyak 100 kg, dan
susulan III sebanyak 250 kg (Warintek 2007).
Kriteria buah mentimun hasil panen adalah sebagai berikut: Kelas A: panjang
16-20 cm; diameter 1,5 cm; bentuk buah: bagus, lurus, bulat dan mulus. Kelas B:
panjang 20-23 cm; diameter 2,0 cm; bentuk buah: bagus, lurus, bulat dan mulus.
Kelas C: panjang > 23 cm; diameter < 2,0 cm; bentuk buah bengkok, ukuran diameter
tidak merata, cacat mekanis (Warintek 2007).
Hama Tanaman Mentimun
Kutu daun, Aphis gossypii Clover (Hemiptera: Aphididae)
Aphis gossypii merupakan hama yang tersebar hampir di seluruh dunia. Kutu
daun merupakan hama utama pada tanaman kapas dan timun-timunan (Famili
Cucurbitaseae), dan merupakan hama minor pada berbagai tanaman lain seperti
bawang, okra, tembakau, kakao, dan lain lain (CABI 2005).
A. gossypii berukuran 1-2 mm, berwarna kuning atau kuning kemerahan atau
hijau gelap sampai hitam. Gejala yang ditimbulkan kutu daun ini adalah daun keriput,
keritting dan menggulung, selain itu kutu ini juga merupakan vektor virus(Mossler et
al. 2007).
Pengendalian A. gossypii dapat dilakuakan dengan pemanfaatan musuh alami
antara lain serangga dari Famili Coccinellidae, Syrphidae, Chrysopidae,
Hemerobiidae, serta beberapa jenis laba-laba predator. Selain pemanfaatan musuh
alami, dapat juga dengan cara menggunakan tanaman resisten dan penggunaan
insektisida. Jenis insektisida yang dapat digunakan antara lain aldicarb , bifenthrin,
chlorpyrifos, deltamethrin, diazinon, endosulfan dan malathion (CABI 2005). 7
Trips, Thrips parvispinus Karny (Thysanoptera: Thripidae)
Thrips parvispinus merupakan jenis trips yang tersebar di wilayah Asia
Tenggara, yang merupakan hama utama pada tanaman pepaya, semangka dan cabai
(CABI 2005). Tubuh berukuran kecil sekitar 1 mm, berwarna coklat kehitaman,
dengan abdomen berbentuk kerucut berwarna gelap (Moritz et al. 2004).
Kerusakan yang diakibatkan oleh serangan T. parvispinus adalah berupa
lapisan keperakan pada permukaan bawah daun yang sering menyebabkan daun
menjadi keriting, kerdil dan tidak dapat membentuk buah secara normal
(Sastrosiswojo 1991).
Pengendalian trips dapat dilakukan dengan pemanfaatan musuh alami seperti
Neoseiulus sp. (Acarina: Phytoseidae). Selain itu juga dapat menggunakan insektisida
berbahan aktif malathion, salithion, bromofos, phenothate, cartap dan methomil
(Chang 1991 dalam CABI 2005).
Kutu kebul, Trialeurodes vaporariorum Westwood (Hemiptera: Aleyrodidae)
Trialeurodes vaporariorum merupakan hama yang menjadi permasalahan
utama di ruamah kaca. Hama ini menyerang tanaman tomat, sawi, mentimun dan lain
lain (Wintermantel 2004).
Kutu kebul menyebabkan kerusakan pada tanaman akibat menghisap cairan
daun serta dapat menjadi vektor virus. Beberapa virus penting yang dapat ditularkan
antara lain Beet Pseudo-Yellows Closterovirus (BPYV) pada mentimun, melon,
lettuces dan sugarbeet, Tomato Infectious Chlorosis Virus (TICV) dan Lettuce
Infectious Yellow Closterovirus (LIYV) (CABI 2005).
Pengendalian kutu kebul dapat dilakukan dengan pemanfaatan musuh
alaminya yaitu Encarsia formosa Gahan (Hymenoptera: Aphelinidae), yang
merupakan jenis parasitoid T. vaporariorum (Osborne dan Landa 1992).
Pengendalian kimia banyak yang sudah tidak efektif yang dikarenakan oleh resistensi
kutu kebul terhadap beberapa jenis pestisida. Penggunaan pestisida hanya efektif pada
imago, dan aplikasi pestisida harus diulang tiap 3-5 hari (Hayasi 1996 dalam CABI
2005).8
Kumbang daun, Aulacophora similis Oliver (Coleoptera : Chrysomelidae)
Aulacophora similis tersebar luas di kawasan Asia dan Pasifik, terutama Asia
Selatan, Asia tenggara dan Asia Timur. Aulocophora sp. merupakan hama utama
pada tanaman Famili Cucurbitaceae, seperti mentimun, semangka, dan melon (CABI
2005).
A. similis berukuran 1 cm dengan elitron berwarna kuning polos. Gejala
kerusakan yang ditimbulkan adalah adanya daun yang berlubang akibat aktifitas
makan kumbang, pada serangan berat dapat menyebabkan banyak lubang pada daun
dan terkadang hanya meninggalkan tulang daunnya, selain itu larva juga dapat
menyerang tanaman dengan menggerek akar dan batang (Kalshoven 1981)
Pengendalian kumbang daun dapat dilakukan secara kimia dapat dilakukan
dengan menggunakan insektisida berbahan aktif malathion dan endosulfan (CABI
2005).
Ulat mentimun, Diaphania indica Saunders (Lepidoptera: Pyralidae)
Ulat daun D. indica merupakan salah satu hama serius pada pertanaman
mentimun di Asia dan Afrika (MacLeod 2005). Ulat ini juga menyerang mentimun di
Indonesia (Asikin 2004). Larva ulat berwarna hijau gelap dengan dua garis putih
sepanjang tubuh (Brown 2003).
Larva memakan daun, batang muda yang lunak dan menggerak buah.
Kerusakan yang paling merugikan adalah jika larva menyerang buah mentimun.
Pada buah yang terserang terlihat lubang pada permukaan buah, menyebabkan buah
menjadi tidak layak untuk dikonsumsi dan dijual serta menyebabkan buah menjadi
cepat busuk (CABI 2005).
Pengendalian ulat mentimun dapat dilakukan dengan cara membunuh larva
ketika masih muda. Pengendalian yang lebih efektif dapat dilakukan dengen cara
penyemprotan pestisida pada bagian permukaan bawah daun. Insektisida yang
direkomendasikan untuk pengendalian adalah campuran antara Bacillus thuringiensis
dengan trichlorfon (Brown 2003).9
Lalat pengorok daun Liriomyza spp. (Diptera: Agromyzidae)
Di Indonesia terdapat 3 spesies lalat pengorok daun yaitu Liriomyza
huidobrensis, Liriomyza sativae dan Liriomyza chinensis. Menurut Tapahillah (2002),
lalat pengorok daun Liriomyza sativae ditemukan menyerang tanaman mentimun di
dataran rendah dan sedang di Jawa Barat.
Tanaman yang terserang oleh lalat pengorok daun memperlihatkan gejala
yaitu pada bagian daun terdapat bintik-bintik akibat tusukan ovipositor dan imago
yang menghisap cairan tanaman, selain itu gejala khasnya berupa liang korokan yang
disebabkan larva yang memakan jaringan mesofil, sehingga mengurangi kapasitas
fotosintesis, hal ini menyebabkan produksi buah menurun. Selain itu kerusakan akibat
serangan lalat pengorok daun juga dapat menyebabkan tanaman lebih mudah
terserang penyakit dan gugur daun sebelum waktunya (Rauf 2005).
Lalat pengorok daun Liriomyza spp. umumnya sulit dikendalikan. Perlakuan
siromazin untuk mengendalikan hama ini pada tanaman kentang cukup efektif dan
dapat menekan tingkat kerusakan daun. Siromazin bersifat translamina sehingga
dapat mematikan larva yang ada dalam jaringan daun (Purnomo 2001 dalam
Tapahillah 2002). Salah satu pengendalian lain yang telah dikembangkan adalah
dengan pemanfaatan musuh alami. Di Indonesia terdapat 13 jenis spesies parasitoid
yang berasosiasi dengan lalat ini, di antara spesies parasitoid yang efektif antara lain:
Hemiptarsenus varicornis Girault (Hymenoptera: Eulopidae), dan Opius sp.
(Hymenoptera: Braconidae) (Rauf 2005).
Hemiptarsenus varicornis Girault (Hymenoptera: Eulopidae). Merupakan
jenis parasitoid larva yang memparasit larva instar II-III. Tubuh imago biru-hijau
metalik. Ukuran tubuh bervariasi antara 1,1 sampai 2,1 mm. Imago jantan dapat
dibedakan dari betina berdasarkan tipe antena, jantan bertipe pektinat sedangkan
betina bertipe filiform yang panjang (Supartha 1998 dalam Tapahillah 2002).
Opius sp. (Hymenoptera: Braconidae). Merupakan jenis endoparasit larvapupa. Tubuh imago berwarna hitam dengan ukuran tubuh hampir sama antara jantan
dan betina, yaitu berkisar 1,5 mm. Antena panjang sekitar 18 ruas, berwarna hitam,
tipis dan dengan panjang hampir sama dengan tubuhnya (Bordat et al. 1995). 10
Penyakit Tanaman Mentimun
Busuk daun/embun bulu (Downy mildew )
Gejala yang ditimbulkan oleh penyakit busuk daun/embun bulu adalah pada
permukaan atas daun terdapat bercak-bercak kuning, terkadang agak bersudut karena
dibatasi oleh tulang daun. Pada cuaca lembab pada sisi bagian bawah bercak terdapat
miselium menyerupai bulu berwarna keunguan. Gejala lanjut dari penyakit ini dapat
mengakibatkan daun menjadi busuk, mengering dan mati (Semangun 1989).
Menurut Holliday dalam Semangun 1989, penyakit busuk daun disebabkan
oleh cendawan patogen Pseudoperonospora cubensis Berk et Curt. Menurut CABI
(2005) penyakit busuk daun adalah penyakit utama pada tanaman Famili
Cucurbitaseae. Cendawan ini memiliki miselium yang tidak bersekat, intraseluler,
dengan haustorium kecil, dan terkadang bercabang.
Patogen merupakan parasit obligat, yang dapat hidup hanya pada kehadiran
tanaman inang. Daerah yang ditanami mentimun sepanjang tahun dapat menjadi
sumber inokulum utama penyakit ini. Patogen dipencarkan oleh angin, hujan dan
adanya kontak dengan pekerja maupun alat-alat pertanian yang digunakan (CABI
2005).
Layu
Penyakit layu pada tanaman mentimun dapat disebabkan oleh beberapa jenis
patogen, yaitu: cendawan, bakteri, dan nematoda. Menurut CABI (2005) penyakit
layu cendawan disebabkan oleh Fusarium oxysporum, layu bakteri disebabkan oleh
Erwinia tracheiphila dan layu nematoda disebabkan oleh nematode puru akar
Meloidogyne spp.
Layu yang disebabkan oleh cendawan disebabkan oleh F. oxysporum f.sp.
cucumerinum. Dengan gejala berupa layunya tanaman yang diikuti dengan klorosis
pada daun, dan akhirnya dapat menyebabkan nekrosis luas pada daun. Gejala layu
akan bertambah parah pada kondisi perakaran yang kaya akan unsur hara (pupuk),
terutama nitrogen. Suhu optimum bagi perkembangan cendawan adalah 29°C (Ogura
et al. 1990 dalam CABI 2005). 11
Layu bakteri pada mentimun disebarkan oleh kumbang mentimun Acalymma
vittata (Coleoptera: Chrysomelidae). Gejala yang ditimbulkan adalah layunya satu
daun yang diikuti oleh seluruh daun layu secara mendadak dan tanaman mati. Salah
satu cara untuk membedakan layu bakteri dan layu cendawan adalah pada layu yang
disebabkan oleh bakteri jika dipotong, pangkal batang yang layu mengeluarkan lendir
putih kental dan lengket (Rand dan Enlows 1920 dalam CABI 2005)
Layu yang disebabkan oleh nematoda bintil akar Meloidogyne spp. pada
mentimun menunjukan gejala pada bagian akar terdapat bintil-bintil berukuran 2-200
mm. Gejala pada bagian tajuk tanaman adalah layu dengan pertumbuhan tanaman
yang kerdil dan mengalami klorosis (Sikora dan Fernandes 2005).
Antraknosa
Pada daun terdapat bercak dimulai dari tulang daun, yang kemudian meluas
dan menjadi bercak berwarna kecoklatan, berbentuk bersudut atau agak bulat.
Beberapa bercak dapat bersatu menjadi hawar dan dapat menyebabkan matinya
seluruh daun gejala bercak dapat meluas ke batang, tangkai dan buah. Bila udara
lembab, di tengah bercak terbentuk massa spora berwarna merah (Semangun 1989).
Penyakit antraknosa disebabkan oleh cendawan patogen Colletotrichum
lagenarium Pass. Cendawan mempunyai konidium yang hialin, bersel satu, jorong
atau agak bulat, berukuran 13-19 x 4-6 µm. Badan buah cendawan berbentuk
aservulus, mempunyai rambur-rambut kaku (seta) berwarna coklat berdinding tebal,
bersekat 2-3, panjangnya 20-120 µm, dengan jumlah tidak menentu (Semangun
1989).
Patogen dapat bertahan pada sisa-sisa tanaman sakit atau dapat terbawa benih.
Konidia dapat dipencarkan oleh angin, hujan dan melalui pekerja. Cuaca lembab atau
hujan sangat cocok untuk infeksi inokulum. Spora dapat berkembang dengan baik
pada temperatur optimum sekitar 22-27 o
C dan kelembaban 100% selama 24 jam
(Semangun 1989).12
Bercak daun bersudut
Bercak daun bersudut disebabkan oleh bakteri Pseudomonas lachrymans.
Patogen menyebar pada saat musim hujan, gejala yang ditimbulkan adalah bercak
daun kecil kuning dan bersudut, pada serangan berat seluruh daun yang berbercak
berubah menjadi coklat muda kelabu, mengering dan berlubang. Pengendalian secara
kimia dapat dilakukan dengan bakterisida berbahan aktif streptomycin atau
oksitetracyclin (Warintek 2007).
Mosaik Mentimun (CMV)
Tanaman sakit menunjukan gejala berupa daun-daun yang belang hijau tua
dan hijau muda. Bentuk daun dapat berubah, berkerut, kerdil atau tepi daun
menggulung ke bawah. Ruas-ruas daun muda terhambat pertumbuhannya, sehingga
daun-daun ujung membentuk roset (Semangun 1989).
Penyakit mosaik pada mentimun disebabkan oleh Cucumber Mosaic Virus
(CMV). Serangga vektor utama adalah kutu daun Myzus persicae Sulz. dan Aphis
gossypii Glov. Penulatan virus secara non persisiten telah dilaporkan dapat dilakukan
oleh lebih dari 60 spesies kutu daun termasuk M. persicae dan A. gossypii.
Kemampuan menularkan virus dapat berubah dan bertahan dalam dua hari. Efisiensi
penularan virus tergantung pada beberapa faktor antara lain biotipe, strain virus, serta
kondisi lingkungan (Leach 1964 dalam Semangun 1989).
Pengendalian penyakit mosaik dapat dilakukan dengan menanam varietas
yang tahan, mengendalikan serangga vektor, mengurangi kerusakan mekanis,
mencabut tanaman sakit dan rotasi dengan bukan Famili Cucurbitaceae (CABI 2005).
Busuk buah
Penyakit busuk buah dapat disebabkan oleh beberapa cendawan antara lain:
(1) Pythium aphanidermatum (Edson) Fizt., (2) Phytophthora sp., Fusarium sp.; (3)
Rhizophus sp., (4) Erwinia carotovora pv. carotovora. Infeksi terjadi di kebun atau di
tempat penyimpanan (Warintek 2007) . 13
Gejala yang disebabkan tiap-tiap patogen berbeda-beda, gejala yang
disebabkan oleh Pythium aphanidermatum adalah buah busuk basah dan jika ditekan
buah akan mudah pecah. Gejala yang disebabkan Phytophthora adalah adanya bercak
yang agak basah, dan akhirnya menjadi lunak, berwarna coklat dan berkerut; Gejala
yang disebabkan Rhizopus adalah bercak agak basah, kulit buah lunak ditumbuhi
miselium cendawan dan buah mudah pecah. Gejala yang disebabkan oleh Erwinia
carotovora adalah buah membusuk, hancur dan berbau busuk (CABI 2005).