Jumat, 22 Maret 2013

menanam tinum


Mentimun (Cucumis sativus Linn.) 
Mentimum adalah salah satu jenis sayur-sayuran yang dikenal di hampir 
setiap negara. Tanaman ini berasal dari Himalaya di Asia Utara. Saat ini, budidaya 
mentimum sudah meluas ke seluruh dunia baik daerah tropis atau subtropis. Di 
Indonesia mentimun memiliki berbagai nama daerah seperti timun (Jawa), bonteng
(Jawa Barat), temon atau antemon (Madura), ktimun atau antimun (Bali), hantimun
(Lampung) dan timon (Aceh) (Rukmana 1994).
Klasifikasi botani tanaman mentimun adalah sebagai berikut: 
Divisi : Spermatophyta 
Sub divisi : Angiospermae 
Kelas : Dicotyledonae 
Ordo : Cucurbitales 
Famili : Cucurbitaceae 
Genus : Cucumis
Spesies : Cucumis sativus L. 
Mentimun merupakan tanaman setahun yang tumbuh menjalar, dengan sistem 
perakaran dangkal. Batang tanaman mentimun memiliki panjang 1-3 m dengan sulur 
yang tidak bercabang. Daun bulat segitiga, agak berbentuk jantung, lebar 7-25 cm dan 
permukaan kasar karena adanya rambut-rambut di permukaan daun, panjang tangkai 
daun 5-15 cm. Bunga berwarna kuning berbentuk lonceng (Rubatzky dan Yamaguchi )Budidaya Tanaman Mentimun 
Mentimun dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi karena daya 
adaptasi tanaman pada berbagai iklim cukup tinggi. Untuk pertumbuhan yang 
optimum diperlukan iklim kering, sinar matahari yang cukup (tidak ternaungi), 
dengan temperatur 21,1-26,7 °C. Mentimun lokal lebih cocok ditanam di dataran 
rendah dan biasanya merupakan tanaman yang diikutkan dalam pola pergiliran 
tanaman. Sebaliknya, mentimun hibrida lebih baik ditanam di dataran tinggi pada 
ketinggian 1.000-1.200 meter dpl (Rukmana 1994).
Jenis mentimun komersial yang banyak dikembangkan di Indonesia ada 2 
macam yaitu varietas Open Pollinated (OP) dan varietas hibrida. Pembagian 
mentimun tersebut didasarkan pada cara pemuliaannya. Jenis varietas OP yaitu jenis 
mentimun hasil persilangan bebas atau alami. Keuntungan dari penggunaan varietas 
OP adalah dapat dibenihkan, namun memiliki kekurangan berupa pertumbuhan yang
kurang seragam dan produktifitas yang rendah. Beberapa varietas mentimun OP yang 
diusahakan petani antara lain: Saturnus, Mars, Pluto, Venus dan mentimun lokal 
(Sumpena 2001). 5 
Varietas hibrida adalah jenis mentimun hasil persilangan dua induk atau lebih 
yang mempunyai sifat-sifat unggul dan keturunannya memiliki sifat yang lebih 
unggul dari induknya. Varietas hibrida kurang baik jika dibenihkan karena 
menghasilkan produksi yang lebih rendah dari induknya. Namun mentimun hibrida 
memiliki banyak keunggulan apabila dibandingkan dengan mentimun lokal maupun 
OP, karena memiliki karakteristik khusus yang dikembangkan melalui pemuliaan 
tanaman yang melibatkan keragaman genetik dan pemilihan sifat-sifat yang khas dan 
unggul (Tanindo 2008). 
Pertumbuhan mentimun varietas hibrida bersifat seragam, produktivitas tinggi 
diatas 2 kg per tanaman dan relatif tahan terhadap infeksi patogen, terutama virus. 
Varietas mentimun hibrida yang banyak di temukan di pasaran antara lain: Spring 
Swallow, Pretty Swallow, dan Merry Swallow (Sumpena 2001). 
Perbanyakan tanaman mentimun dilakukan dengan biji. Benih dapat ditanam 
langsung di lubang tanam sebanyak 3 benih/lubang atau dengan sistem semai yang 
dapat menghemat benih. Penanaman mentimun umumnya ditanam dalam bentuk 
bedengan dengan lebar 120 cm, tinggi 30-40 cm dan jarak antar bedengan 30 cm, 
atau guludan dengan lebar bawah 60-80 cm dan lebar atas 40-60 cm, jarak antar 
guludan 30 cm (Sumpena 2001). 
Teknik penanaman mentimun terdiri dari 2 cara yaitu: dengan benih dan bibit. 
Penanaman dengan menggunakan benih dilakukan dengan cara membuat lubang 
tanam dengan tugal dengan jarak tanam 100 cm antar barisan dan 50 dalam barisan, 
selanjutnya ditanam 2-3 benih mentimun dan ditutup dengan tanah tipis. Penanaman 
dengan memakai bibit dilakukan dengan menanam bibit yang berasal dari pembibitan 
di polibag (Warintek 2007) 
Pemupukan mentimun lokal dilakukan pada saat tanaman berumur 1 bulan 
berupa 100 kg/ha urea, 200 kg/ha ZA, 100 kg/ha TSP dan 100 kg/ha KCl. Pupuk 
dimasukkan ke dalam larikan atau lubang tanah di sekeliling tanaman sejauh 15 cm 
dari batang. Berbeda dengan varietas lokal, mentimun hibrida sangat responsif 
terhadap pemupukan. Jenis dan waktu pemupukan untuk tanaman mentimun hibrida 
Jepang (kg/ha) adalah pemberian pupuk kandang sebagai pupuk dasar sebanyak 20 6 
ton, kemudian pupuk kimia berupa urea, sebagai pupuk dasar sebanyak 150 kg, 
susulan I sebanyak 150 kg, susulan II sebanyak 300 kg dan susulan III sebanyak 250 
kg. SP-36 sebagai pupuk dasar sebanyak 150 kg, susulan I 100 kg, susulan II 250 kg. 
KCl sebagi pupuk dasar 150 kg, susulan I 100 kg, susulan II sebanyak 100 kg, dan 
susulan III sebanyak 250 kg (Warintek 2007). 
Kriteria buah mentimun hasil panen adalah sebagai berikut: Kelas A: panjang 
16-20 cm; diameter 1,5 cm; bentuk buah: bagus, lurus, bulat dan mulus. Kelas B: 
panjang 20-23 cm; diameter 2,0 cm; bentuk buah: bagus, lurus, bulat dan mulus. 
Kelas C: panjang > 23 cm; diameter < 2,0 cm; bentuk buah bengkok, ukuran diameter 
tidak merata, cacat mekanis (Warintek 2007). 
Hama Tanaman Mentimun 
Kutu daun, Aphis gossypii Clover (Hemiptera: Aphididae) 
Aphis gossypii merupakan hama yang tersebar hampir di seluruh dunia. Kutu 
daun merupakan hama utama pada tanaman kapas dan timun-timunan (Famili 
Cucurbitaseae), dan merupakan hama minor pada berbagai tanaman lain seperti 
bawang, okra, tembakau, kakao, dan lain lain (CABI 2005). 
A. gossypii berukuran 1-2 mm, berwarna kuning atau kuning kemerahan atau 
hijau gelap sampai hitam. Gejala yang ditimbulkan kutu daun ini adalah daun keriput, 
keritting dan menggulung, selain itu kutu ini juga merupakan vektor virus(Mossler et 
al. 2007). 
Pengendalian A. gossypii dapat dilakuakan dengan pemanfaatan musuh alami 
antara lain serangga dari Famili Coccinellidae, Syrphidae, Chrysopidae, 
Hemerobiidae, serta beberapa jenis laba-laba predator. Selain pemanfaatan musuh 
alami, dapat juga dengan cara menggunakan tanaman resisten dan penggunaan 
insektisida. Jenis insektisida yang dapat digunakan antara lain aldicarb , bifenthrin, 
chlorpyrifos, deltamethrin, diazinon, endosulfan dan malathion (CABI 2005). 7 
Trips, Thrips parvispinus Karny (Thysanoptera: Thripidae) 
Thrips parvispinus merupakan jenis trips yang tersebar di wilayah Asia 
Tenggara, yang merupakan hama utama pada tanaman pepaya, semangka dan cabai 
(CABI 2005). Tubuh berukuran kecil sekitar 1 mm, berwarna coklat kehitaman, 
dengan abdomen berbentuk kerucut berwarna gelap (Moritz et al. 2004). 
Kerusakan yang diakibatkan oleh serangan T. parvispinus adalah berupa 
lapisan keperakan pada permukaan bawah daun yang sering menyebabkan daun 
menjadi keriting, kerdil dan tidak dapat membentuk buah secara normal 
(Sastrosiswojo 1991). 
Pengendalian trips dapat dilakukan dengan pemanfaatan musuh alami seperti 
Neoseiulus sp. (Acarina: Phytoseidae). Selain itu juga dapat menggunakan insektisida 
berbahan aktif malathion, salithion, bromofos, phenothate, cartap dan methomil 
(Chang 1991 dalam CABI 2005). 
Kutu kebul, Trialeurodes vaporariorum Westwood (Hemiptera: Aleyrodidae) 
Trialeurodes vaporariorum merupakan hama yang menjadi permasalahan 
utama di ruamah kaca. Hama ini menyerang tanaman tomat, sawi, mentimun dan lain 
lain (Wintermantel 2004). 
Kutu kebul menyebabkan kerusakan pada tanaman akibat menghisap cairan 
daun serta dapat menjadi vektor virus. Beberapa virus penting yang dapat ditularkan 
antara lain Beet Pseudo-Yellows Closterovirus (BPYV) pada mentimun, melon, 
lettuces dan sugarbeet, Tomato Infectious Chlorosis Virus (TICV) dan Lettuce 
Infectious Yellow Closterovirus (LIYV) (CABI 2005). 
Pengendalian kutu kebul dapat dilakukan dengan pemanfaatan musuh 
alaminya yaitu Encarsia formosa Gahan (Hymenoptera: Aphelinidae), yang 
merupakan jenis parasitoid T. vaporariorum (Osborne dan Landa 1992).
Pengendalian kimia banyak yang sudah tidak efektif yang dikarenakan oleh resistensi 
kutu kebul terhadap beberapa jenis pestisida. Penggunaan pestisida hanya efektif pada 
imago, dan aplikasi pestisida harus diulang tiap 3-5 hari (Hayasi 1996 dalam CABI 
2005).8 
Kumbang daun, Aulacophora similis Oliver (Coleoptera : Chrysomelidae) 
Aulacophora similis tersebar luas di kawasan Asia dan Pasifik, terutama Asia 
Selatan, Asia tenggara dan Asia Timur. Aulocophora sp. merupakan hama utama 
pada tanaman Famili Cucurbitaceae, seperti mentimun, semangka, dan melon (CABI 
2005). 
A. similis berukuran 1 cm dengan elitron berwarna kuning polos. Gejala 
kerusakan yang ditimbulkan adalah adanya daun yang berlubang akibat aktifitas 
makan kumbang, pada serangan berat dapat menyebabkan banyak lubang pada daun 
dan terkadang hanya meninggalkan tulang daunnya, selain itu larva juga dapat 
menyerang tanaman dengan menggerek akar dan batang (Kalshoven 1981)
Pengendalian kumbang daun dapat dilakukan secara kimia dapat dilakukan 
dengan menggunakan insektisida berbahan aktif malathion dan endosulfan (CABI 
2005). 
Ulat mentimun, Diaphania indica Saunders (Lepidoptera: Pyralidae) 
 Ulat daun D. indica merupakan salah satu hama serius pada pertanaman 
mentimun di Asia dan Afrika (MacLeod 2005). Ulat ini juga menyerang mentimun di 
Indonesia (Asikin 2004). Larva ulat berwarna hijau gelap dengan dua garis putih 
sepanjang tubuh (Brown 2003). 
Larva memakan daun, batang muda yang lunak dan menggerak buah. 
Kerusakan yang paling merugikan adalah jika larva menyerang buah mentimun. 
Pada buah yang terserang terlihat lubang pada permukaan buah, menyebabkan buah 
menjadi tidak layak untuk dikonsumsi dan dijual serta menyebabkan buah menjadi 
cepat busuk (CABI 2005). 
Pengendalian ulat mentimun dapat dilakukan dengan cara membunuh larva 
ketika masih muda. Pengendalian yang lebih efektif dapat dilakukan dengen cara 
penyemprotan pestisida pada bagian permukaan bawah daun. Insektisida yang 
direkomendasikan untuk pengendalian adalah campuran antara Bacillus thuringiensis
dengan trichlorfon (Brown 2003).9 
Lalat pengorok daun Liriomyza spp. (Diptera: Agromyzidae) 
 Di Indonesia terdapat 3 spesies lalat pengorok daun yaitu Liriomyza 
huidobrensis, Liriomyza sativae dan Liriomyza chinensis. Menurut Tapahillah (2002), 
lalat pengorok daun Liriomyza sativae ditemukan menyerang tanaman mentimun di 
dataran rendah dan sedang di Jawa Barat. 
Tanaman yang terserang oleh lalat pengorok daun memperlihatkan gejala 
yaitu pada bagian daun terdapat bintik-bintik akibat tusukan ovipositor dan imago 
yang menghisap cairan tanaman, selain itu gejala khasnya berupa liang korokan yang 
disebabkan larva yang memakan jaringan mesofil, sehingga mengurangi kapasitas 
fotosintesis, hal ini menyebabkan produksi buah menurun. Selain itu kerusakan akibat 
serangan lalat pengorok daun juga dapat menyebabkan tanaman lebih mudah 
terserang penyakit dan gugur daun sebelum waktunya (Rauf 2005). 
 Lalat pengorok daun Liriomyza spp. umumnya sulit dikendalikan. Perlakuan 
siromazin untuk mengendalikan hama ini pada tanaman kentang cukup efektif dan 
dapat menekan tingkat kerusakan daun. Siromazin bersifat translamina sehingga 
dapat mematikan larva yang ada dalam jaringan daun (Purnomo 2001 dalam
Tapahillah 2002). Salah satu pengendalian lain yang telah dikembangkan adalah 
dengan pemanfaatan musuh alami. Di Indonesia terdapat 13 jenis spesies parasitoid 
yang berasosiasi dengan lalat ini, di antara spesies parasitoid yang efektif antara lain: 
Hemiptarsenus varicornis Girault (Hymenoptera: Eulopidae), dan Opius sp.
(Hymenoptera: Braconidae) (Rauf 2005). 
Hemiptarsenus varicornis Girault (Hymenoptera: Eulopidae). Merupakan 
jenis parasitoid larva yang memparasit larva instar II-III. Tubuh imago biru-hijau 
metalik. Ukuran tubuh bervariasi antara 1,1 sampai 2,1 mm. Imago jantan dapat 
dibedakan dari betina berdasarkan tipe antena, jantan bertipe pektinat sedangkan 
betina bertipe filiform yang panjang (Supartha 1998 dalam Tapahillah 2002). 
Opius sp. (Hymenoptera: Braconidae). Merupakan jenis endoparasit larvapupa. Tubuh imago berwarna hitam dengan ukuran tubuh hampir sama antara jantan 
dan betina, yaitu berkisar 1,5 mm. Antena panjang sekitar 18 ruas, berwarna hitam, 
tipis dan dengan panjang hampir sama dengan tubuhnya (Bordat et al. 1995). 10 
Penyakit Tanaman Mentimun 
Busuk daun/embun bulu (Downy mildew ) 
Gejala yang ditimbulkan oleh penyakit busuk daun/embun bulu adalah pada 
permukaan atas daun terdapat bercak-bercak kuning, terkadang agak bersudut karena 
dibatasi oleh tulang daun. Pada cuaca lembab pada sisi bagian bawah bercak terdapat 
miselium menyerupai bulu berwarna keunguan. Gejala lanjut dari penyakit ini dapat 
mengakibatkan daun menjadi busuk, mengering dan mati (Semangun 1989). 
Menurut Holliday dalam Semangun 1989, penyakit busuk daun disebabkan 
oleh cendawan patogen Pseudoperonospora cubensis Berk et Curt. Menurut CABI 
(2005) penyakit busuk daun adalah penyakit utama pada tanaman Famili 
Cucurbitaseae. Cendawan ini memiliki miselium yang tidak bersekat, intraseluler, 
dengan haustorium kecil, dan terkadang bercabang. 
Patogen merupakan parasit obligat, yang dapat hidup hanya pada kehadiran 
tanaman inang. Daerah yang ditanami mentimun sepanjang tahun dapat menjadi 
sumber inokulum utama penyakit ini. Patogen dipencarkan oleh angin, hujan dan 
adanya kontak dengan pekerja maupun alat-alat pertanian yang digunakan (CABI 
2005). 
Layu
 Penyakit layu pada tanaman mentimun dapat disebabkan oleh beberapa jenis 
patogen, yaitu: cendawan, bakteri, dan nematoda. Menurut CABI (2005) penyakit 
layu cendawan disebabkan oleh Fusarium oxysporum, layu bakteri disebabkan oleh 
Erwinia tracheiphila dan layu nematoda disebabkan oleh nematode puru akar 
Meloidogyne spp. 
Layu yang disebabkan oleh cendawan disebabkan oleh F. oxysporum f.sp. 
cucumerinum. Dengan gejala berupa layunya tanaman yang diikuti dengan klorosis 
pada daun, dan akhirnya dapat menyebabkan nekrosis luas pada daun. Gejala layu 
akan bertambah parah pada kondisi perakaran yang kaya akan unsur hara (pupuk), 
terutama nitrogen. Suhu optimum bagi perkembangan cendawan adalah 29°C (Ogura 
et al. 1990 dalam CABI 2005). 11 
Layu bakteri pada mentimun disebarkan oleh kumbang mentimun Acalymma 
vittata (Coleoptera: Chrysomelidae). Gejala yang ditimbulkan adalah layunya satu 
daun yang diikuti oleh seluruh daun layu secara mendadak dan tanaman mati. Salah 
satu cara untuk membedakan layu bakteri dan layu cendawan adalah pada layu yang 
disebabkan oleh bakteri jika dipotong, pangkal batang yang layu mengeluarkan lendir 
putih kental dan lengket (Rand dan Enlows 1920 dalam CABI 2005) 
Layu yang disebabkan oleh nematoda bintil akar Meloidogyne spp. pada 
mentimun menunjukan gejala pada bagian akar terdapat bintil-bintil berukuran 2-200 
mm. Gejala pada bagian tajuk tanaman adalah layu dengan pertumbuhan tanaman 
yang kerdil dan mengalami klorosis (Sikora dan Fernandes 2005). 
Antraknosa 
Pada daun terdapat bercak dimulai dari tulang daun, yang kemudian meluas 
dan menjadi bercak berwarna kecoklatan, berbentuk bersudut atau agak bulat. 
Beberapa bercak dapat bersatu menjadi hawar dan dapat menyebabkan matinya 
seluruh daun gejala bercak dapat meluas ke batang, tangkai dan buah. Bila udara 
lembab, di tengah bercak terbentuk massa spora berwarna merah (Semangun 1989). 
Penyakit antraknosa disebabkan oleh cendawan patogen Colletotrichum 
lagenarium Pass. Cendawan mempunyai konidium yang hialin, bersel satu, jorong 
atau agak bulat, berukuran 13-19 x 4-6 µm. Badan buah cendawan berbentuk 
aservulus, mempunyai rambur-rambut kaku (seta) berwarna coklat berdinding tebal, 
bersekat 2-3, panjangnya 20-120 µm, dengan jumlah tidak menentu (Semangun 
1989). 
Patogen dapat bertahan pada sisa-sisa tanaman sakit atau dapat terbawa benih. 
Konidia dapat dipencarkan oleh angin, hujan dan melalui pekerja. Cuaca lembab atau 
hujan sangat cocok untuk infeksi inokulum. Spora dapat berkembang dengan baik 
pada temperatur optimum sekitar 22-27 o
C dan kelembaban 100% selama 24 jam 
(Semangun 1989).12 
Bercak daun bersudut
Bercak daun bersudut disebabkan oleh bakteri Pseudomonas lachrymans. 
Patogen menyebar pada saat musim hujan, gejala yang ditimbulkan adalah bercak 
daun kecil kuning dan bersudut, pada serangan berat seluruh daun yang berbercak 
berubah menjadi coklat muda kelabu, mengering dan berlubang. Pengendalian secara 
kimia dapat dilakukan dengan bakterisida berbahan aktif streptomycin atau 
oksitetracyclin (Warintek 2007). 
Mosaik Mentimun (CMV) 
Tanaman sakit menunjukan gejala berupa daun-daun yang belang hijau tua 
dan hijau muda. Bentuk daun dapat berubah, berkerut, kerdil atau tepi daun 
menggulung ke bawah. Ruas-ruas daun muda terhambat pertumbuhannya, sehingga 
daun-daun ujung membentuk roset (Semangun 1989).
Penyakit mosaik pada mentimun disebabkan oleh Cucumber Mosaic Virus 
(CMV). Serangga vektor utama adalah kutu daun Myzus persicae Sulz. dan Aphis 
gossypii Glov. Penulatan virus secara non persisiten telah dilaporkan dapat dilakukan 
oleh lebih dari 60 spesies kutu daun termasuk M. persicae dan A. gossypii. 
Kemampuan menularkan virus dapat berubah dan bertahan dalam dua hari. Efisiensi 
penularan virus tergantung pada beberapa faktor antara lain biotipe, strain virus, serta 
kondisi lingkungan (Leach 1964 dalam Semangun 1989). 
Pengendalian penyakit mosaik dapat dilakukan dengan menanam varietas 
yang tahan, mengendalikan serangga vektor, mengurangi kerusakan mekanis, 
mencabut tanaman sakit dan rotasi dengan bukan Famili Cucurbitaceae (CABI 2005). 
Busuk buah 
 Penyakit busuk buah dapat disebabkan oleh beberapa cendawan antara lain: 
(1) Pythium aphanidermatum (Edson) Fizt., (2) Phytophthora sp., Fusarium sp.; (3) 
Rhizophus sp., (4) Erwinia carotovora pv. carotovora. Infeksi terjadi di kebun atau di 
tempat penyimpanan (Warintek 2007) . 13 
Gejala yang disebabkan tiap-tiap patogen berbeda-beda, gejala yang 
disebabkan oleh Pythium aphanidermatum adalah buah busuk basah dan jika ditekan 
buah akan mudah pecah. Gejala yang disebabkan Phytophthora adalah adanya bercak 
yang agak basah, dan akhirnya menjadi lunak, berwarna coklat dan berkerut; Gejala 
yang disebabkan Rhizopus adalah bercak agak basah, kulit buah lunak ditumbuhi 
miselium cendawan dan buah mudah pecah. Gejala yang disebabkan oleh Erwinia 
carotovora adalah buah membusuk, hancur dan berbau busuk (CABI 2005).


1 komentar: